Uniknya Makam di Desa Trunyan

Sunday 22 December 2013

Bali, pulau yang dijuluki sebagai pulau dewata. Tidak salah mengingat pulau dengan penganut  Hindu terbesar di Indonesia ini memiliki beribu pura ( tempat ibadah umat Hindu ). Kesenian merupakan suatu budaya yang telah mendarah daging dan berakar dalam hidup masyarakat Bali. Tidak hhanya kesenian yang begitu memukau para penikmatnya namun budaya serta kebiasaan yang berkebang dalam masyarakat Bali pun ikut menjadi sorotan. Salah satu jenis keunikan budaya yang tetap terjaga di Bali adalah suatu cara pemakaman di Desa Trunyan,
Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Jujur walaupun aku selalu menyempatkan diri berkunjung ke Bali setiap tahunnya namun aku belum pernah ke Desa Trunyan. Menurut orangtuaku, masyarakat yang mendiami desa Trunyan adalah masyarakat Bali-Aga atau Bali-Mula (orang-orang yang sedari awal telah menghuni pulau Bali). Cerita yang aku dengar, Desa ini memiliki sejarah atas penamaan desanya. Trunyan tidak begitu saja menjadi nama sebuah desa yang berada di tepian Danau Batur. Konon di desa ini terdapat pohon besar yang disebut Taru Menyan dan merupakan asal muasal kata Trunyan tersebut. Menurut orangtuaku dan dari literatur lain, taru berarti pohon dan menyan berarti harum. Sehingga diambil kesimpulan bahwa di desa tersebut terdapat sebuah pohon yang berbau harum. Belum sempat untuk berkunjung sih, jadi hanya bisa berkhayal bahwa pohon itu baunya harum seperti pohon cendana (sok tahu). Dari sanalah lahir desa yang sekarang disebut Trunyan.
Adanya pohon tersebut di Desa Trunyan ternyata erat kaitannya dengan prosesi pemakaman di desa itu. Ternyata desa Trunyan memiliki prosesi/cara memakamkan jenasah yang unik seperti keunikan pemakaman di Tana Toraja. Umumnya masyarakat Hindu di Bali yang aku tahu melakukan prosesi kematian  dengan cara dikubur kemudian nantinya di aben (ngaben) atau ngaben. Masyarakat di desa Trunyan walaupun memeluk agama Hindu namun memiliki prosesi yang berbeda. Disina jasad dari orang yang telah meninggal hanya diletakkan di sebuah cekungan tanah yang tidak begitu dalam dengan wajah yang masih terlihat dipermukaan. Apa ngga Bau ya??? Kata orangtuaku " Ngga berbau karena bau busuk dari jasad orang meninggal tersebut diserap oleh pohon Taru Menyan itu". Dari sedikit sumber di website sebelah ternyata jasad orang yang diletakkan begitu saja tersebut memang tidak menimbulkan bau busuk karena masyarakat desa Trunyan percaya bahwa pohon Taru Menyan dapat menetralisir baunya. Selain itu pemakaman di desa trunyan ini dibagi menjadi 3 bagian. Pertama, jika warga yang meninggal secara wajar karena usia sudah tua, maka akan diupacarai dan diberi kain putih kemudian diletakkan di bawah pohon Taru Menyan di Sema Wayah. Kalau diambil dari arti sema wayah yang diIndonesiakan maka berarti kuburan tua. Mungkin maksudnya disini dikubur orang-orang yang meninggal karena sudah lanjut usia alias sudah jompo. Kemudia jika seorang warga meninggal karena kematian yang tidak wajar seperti kecelakaan, sakit, dibunuh, dan hal-hal lainnya maka akan diletakkan di Sema Bantas, dan yang ketiga jika meninggal adalah bayi, anak kecil, ataupun orang dewasa yang belum menikah makan akan diletakkan di Sema Muda.
Pada lokasi pemakaman banyak terdapat Ancak Saji, yaitu anyaman bambu yang digunakan untuk melindungi jasad dari binatang. Aku juga pernah mendengar kata-kata ancak saji dari orangtuaku, di Desa kami di Desa Sidayu Nyuhaya, Klungkung, konon penggunaan ancak saji pada dahulu kala yaitu ketika orang yang meninggal merupakan seorang pemangku (pemimpin upacara agama), maka kuburannya di pasang ancak saji. Karena dahulu semua warga yang meninggal di desaku pasti akan dikubur terlebih dahulu dan pada akhirnya nanti di lakukan prosesi ngaben massal. Sampai akhirnya sekarang ada aturan bahwa seorang pemangku jika meninggal harus langsung ngaben. Selain itu jika di Desa Trunyan terdapat pohon besar Taru Menyan, di desaku terdapat juga pohon gede lohhh...Namanya pohon Kepuh, pohonnya sangat besar dan menjulang tinggi. konon katanya pohon Kepuh sangat di kramatkan di daerah Bali. Sampai saat ini aku baru menemukan pohon kepuh di dua lokasi yang berbeda. Pertama di desaku sendiri (Desa Sidayu) dan yang kedua di PadangKerta Karangasem (ketika mengikuti prosesi ngaben keluarga teman)
Penampakan pohon kepuh ada dibawah ini.

0 comments:

Post a Comment

Blog Archive

About me

I'm an ordinary person...
Powered by Blogger.